13 Februari 2015 3 menit

Workshop Media atas Kajian TuK INDONESIA: “Taipan di Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia”

???????????????????????????????
Kamis, 12 Februari 2015, Hotel Hermitage, Cikini, Jakarta.
Ekspansi dalam skala yang luar biasa atas perkebunan kelapa sawit di Indonesia menciptakan masalah lingkungan dan sosial yang serius; sejumlah besar hutan berharga dikonversi menjadi perkebunan, habitat spesies yang dilindungi terancam punah, emisi gas rumah kaca yang signifikan disebabkan oleh pengembangan lahan gambut, dan banyak masyarakat kehilangan akses terhadap tanah yang sangat penting untuk subsisten mereka dan untuk siapa mereka telah mengadakan hak hukum atau adat selama beberapa generasi.
Untuk mengatasi masalah ini, kekuatan pendorong di belakang pertumbuhan yang kuat dari sektor kelapa sawit, yaitu pemilik dan pemodal – mesti ikut mengemban tanggung jawab mereka. TuK INDONESIA bersama Profundo pada paruh kedua tahun 2014 telah melakukan kajian terhadap 25 grup bisnis terbesar kelapa sawit di Indonesia, dan taipan di belakangnya, bagian mana dari sektor minyak sawit Indonesia yang didominasi oleh kelompok usaha yang dikendalikan oleh para taipan tersebut, serta lembaga finansial mana saja yang selama ini mendukung para taipan membangun perusahaan kelapa sawit mereka.
Pada workshop media yang dihadiri oleh rekan-rekan media, LSM nasional maupun daerah, serta para narasumber dari OJK, Perkumpulan Prakarsa dan salah seorang dosen di UI ini, sekaligus untuk meluncurkan hasil kajian terhadap 25 grup bisnis kelapa sawit di Indonesia yang dilakukan TuK INDONESIA bersama Profundo, yang berisi tentang bagaimana kendali para taipan terhadap bisnis sektor perkebunan kelapa sawit ini dan juga bagaimana mereka mendapatkan pembiayaan untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan mereka sehingga mampu melaju dengan pesat, serta lembaga-lembaga keuangan mana saja yang memberikan pembiayaannya kepada para taipan tersebut.
“Sekelompok kecil konglomerat menjadi penentu bagi pengembangan sektor kelapa sawit,” kata Rahmawati Retno Winarni, Direktur Program TuK Indonesia dalam peluncuran riset itu, Kamis (12/02/2015). “Mereka ikut bertanggung jawab atas pelanggaran HAM, perampasan lahan, konflik sosial petani kecil.”
Dia menuturkan pemerintah harus mengakui bahwa kerusakan hutan secara berkesinambungan dan hilangnya hak tanah oleh masyarakat, disebabkan oleh ekspansi perkebunan sawit.
Rahmawati Retno Winarni juga memaparkan dalam presentasinya, “ada sebanyak 29 orang taipan yang mengendalikan 25 grup bisnis kelapa sawit di Indonesia, pada tahun 2013 setidaknya mereka mengantongi izin 5,1 juta ha lahan sawit dari 10 juta ha luas tanam kelapa sawit di Indonesia. Dari luas lahan tersebut yang telah dimiliki oleh para taipan, sebanyak 3.1 juta ha (60%) yang sudah ditanam sawit dan sebanyak 2.1 juta ha (40%) yang belum ditanam.
Ekspansi yang begitu cepat lajunya dikarenakan proses kepemilikan lahan di sector kelapa sawit ini difasilitasi oleh lembaga keuangan, baik bank domestic maupun bank asing sehingga para taipan dengan mudah mendapatkan pembiayaan untuk mengekspansi bisnisnya dengan lebih massif dan cepat.
Pada Januari 2014 bank asing maupun domestik total menyediakan sebesar US$ 15,6 Miliar sebagai hutang berjalan untuk sector pertanian, kehutanan dan perburuan. Dan kami mengidentifikasi sejumlah US$ 17,8 Miliar hutang baru telah disalurkan hanya untuk 25 grup perusahaan kelapa sawit pada periode 2009-2013. Bank Mandiri sebagai bank domestic terbesar yang memberikan pinjaman atau pembiayaan tersebut, sedangkan untuk bank asing ada HSBC (United Kingdom) dan OCBC dari Singapore, pungkasnya.”


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top