8 April 2015 6 menit
Siaran Pers: Tentang Kasus Pembunuhan Indra Pelani, Bukan Sekedar Kejahatan Biasa
Pembunuhan Indra Pelani, Bukan Sekedar Kejahatan Biasa
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), bersama dengan Walhi, TUK, KPA, dan Elsam, mendesak sejumlah pihak terkait untuk melakukan pengusutan secara lebih mendalam terhadap peristiwa penganiayaan dan perampasan hak hidup terhadap sdr. Indra Pelani (23), Aktivis organisasi Serikat Petani Tebo (SPT) Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Hilir, Kabupaten Tebo, Jambi, pada 27 Februari 2015 lalu.
Kami menduga kuat persitwa menimpa Indra Pelani (alm) bukan merupakan peristiwa pembunuhan biasa atau kriminal murni, namun merupakan kelanjutan tindak kejahatan korporasi (corporate crime) yang marak belakangan ini, dan secara jelas telah melanggar prinsip-prinsip bisnis dan hak asasi manusia (bussines and human rights) yang dipromosikan PBB.[1] Terlebih profile korban yang merupakan pembela HAM (human rigts defender)[2] semakin menguatkan dugaan adanya skenario besar dibalik peristiwa tersebut.
Terkait hal tersebut, kami juga telah melakukan investigasi bersama pada 18-25 Maret 2015 di Provinsi Jambi, dan mendapati sejumlah temuan yang melengkapi dugaan itu. Sejumlah temuan tersebut natara lain;
a) Sejak kehadiran PT. WKS di Provinsi Jambi telah menimbulkan banyak masalah terkait konflik sosial dalam pengeloalaan Sumber Daya Alam di Jambi. Sementara itu, peristiwa tersebut juga bukan merupakan peristiwa pertama yang melibatkan PT. WKS. Sebelumnya, pada tahun 2007, masyarakat sempat menghadang Traktor persahaan yang berakhir dengan pembakaran traktor. Peristiwa ini menyebabkan 9 orang masyarakat di pidana selama 9 bulan Penjara. Sementara pada Senin tanggal 08 November 2010, dua orang petani ditembak pada saat melakukan aksi untuk merebut kembali hak atas tanahnya seluas 7.224 ha yang telah dirampas oleh PT. WKS. Peristiwa penembakan ini dipicu oleh tindakan PT. WKS yang membawa aparat keamanan (Brimob dan security perusahaan) dan berusaha membubarkan secara paksa aksi massa para petani.
b) Hingga tahun 2013, sebagian masyarakat memutuskan untuk mengambil alih kembali lahan seluas 1500 hektar yang yang telah dikuasai PT. Wirakarya Sakti (WKS) yang berlokasi di daerah Bukit Rinting2 Dusun Pelayang Tebat, desa lubuk Mandarsah. Sejak saat itu persitiwa intimidasi dan sampai pada penangkapan petani terus dilakukan oleh pihak perusahaan WKS. Selain itu juga ditemukan sejumlah fakta-fakta bahwa ada gangguan dan intimidasi dari URC WKS terhadap masyarakat sebelum terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap (alm) Indra Pelani. Bahkan menurut keterangan saksi, juga terdapat rencana untuk merebut kembali lahan yang bersengketa dengan masyarakat, Lubuk Mandarsah setelah kegiatan Panen Raya 27 Februari 2015.
c) Untuk keamanan kebun HTI, PT WKS menggunakan tenaga kerja Outsourcing dari PT MCP. Sesuai Perkap Kapolri No.24 tahun 2007, Pasal 8 ayat 3.b.1 maka PT MCP merupakan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yaitu para anggota Satpam diorganisir dalam satu badan usaha yang bergerak di bidang industri jasa pengamanan. Namun berdasarkan klarifikasi pihak Kepolisian Setempat, mengakui bahwa tidak mengenal Tim URC, tidak melakukan koordinasi, tidak menjalankan standart pelatihan, sebagaimana yang dijabarkan dalam Perkap tersebut. Kami juga menemukan ada serangkaian persiapan operasi dan materi pelatihan tidak lazim yang diberikan kepada tim URC. Lebih dari itu, keberadaan Tim URC didekat lokasi lahan yang dikuasai masyarakat telah memicu keresahan, dan kecurigaan dikalangan masyarakat, sebelum peristiwa pengeroyokan dan pembunuhan Sdr. IndraPelani.
d) Bahwa pada tanggal 27 Februari 2015, telah terjadi penganiayaan secara bersama-sama (pengeroyokan), dan pembunuhan keji terhadap Sdr. Indra Pelani yang diduga dilakukan oleh para 5 orang tersangka yang merupakan 1 regu TIM URC (terdiri dari Danton, Danru, dan 3 orang Anggota TIM URC). Bahkan ditemukan senjata-senjata tajam berupa parang, dan Tongkat yang ditancapkan paku-paku, dan ranjau paku di Markas Tim URC yang terletak di wilayah Bukit Rinting, yang diduga sengaja disiapkan untuk melakukan aksi-kekerasan. Sementara kami juga menemukan sejumlah komunikasi tak lazim yang dilakukan antara pelaku dan sejumlah pihak lainnya saat peristiwa terjadi.
Dari fakta, informasi dan keterangan saksi diatas maka kami memberikan Hipotesis sebagai berikut :
I. Terkait pembentukan TIM URC:
- Sejak dibentuknya TIM URC tahun 2010, merupakan kelompok pengamanan yang di bawah koordinasi dan tanggung jawab langsung manajer PT. MCP. Dari dokumen terungkap Tim URC dicurigai bertentangan dengan PERKAPOLRI No. 24 Tahun 2007.
- Pada Oktober 2014, telah terjadi pemusatan kekuatan orang, aktifitas, dengan ditempatkannya Camp URC Sector Kilis didekat lokasi lahan yang dikuasai masyarakat, yang berakibat terjadi gangguan privasi, gangguan aktivitas yang intimidatif terhadap masyarakat khususnya ketika menggunakan sungai sebagai kebutuhan hidup.
II. Terkait Kegiatan Panen Raya masyarakat:
- Pada tanggal 25, 26 februari 2015, telah terjadi usaha, tindakan yang terindikasi dilakukan secara terencana, sistematis, dan terkoordinasi untuk memata-matai kegiatan masyarakat sehubungan dengan Rencana Kegiatan Panen Raya.
- Pada tanggal 27 Februari 2015, terindikasi terencana, sistematis, dan terkoordinasi untuk memperkuat penjagaan dengan tujuan menghalangi aktivitas warga melewati jalan di POS 803, dan patut dicurigai yang hendak untuk merekayasa sehingga masyarakat yang akan dianggap menerobos, atau masuk tanpa izin dengan penolakan dari “Atasan” untuk berkomunikasi.
- Pada tanggal 27 Februari 2015, telah terjadi usaha, tindakan yang secara sistimatis, terkoordinasi untuk menunjukan eksistensi yang terkesan propokatif melalui latihan lari-lari oleh TIM URC di jalan tempat lokasi Panen Raya.
III. Terkait Pengeroyokan dan Pembunuhan Sdr. Indra Pelani :
- Pada tanggal 27 februari 2015, telah terjadi pengeroyokan oleh 7 orang anggota TIM URC terhadap Sdr. Indra Pelani tanpa alasan yang jelas.
- Terjadi Penculikan, yang dilakukan oleh 3 Orang Tim URC terhadap Sdr. Indra Pelani.
- Terjadi eksekusi pembunuhan yang keji terhadap Sdr. Indra Pelani dengan kondisi jasat korban dengan leher terikat tali, lubang bekas tusukan benda tajam di bagian leher, luka di sekujur tubuh, tangan patah, serta terlihatnya tulang ibujari kaki.
Oleh karnanya kami mendesak:
Pertama, Pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikan lebih mendalam terkait peristiwa tersebut untuk dapat mengungkap peristiwa tersebut secara lebih utuh, yang tidak menutup kemungkinan terputus pada ke-lima orang pelaku dilapangan.
Kedua, kami juga mendesak pihak Kepolisian untuk melakukan evaluasi terhadap prosedur keamanan yang ada dalam PT. WKS, sesuai dengan Perkap Kapolri No. 24 tahun 2007 tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan, dan/ Instansi atau Lembaga Pemerintah.
Ketiga, Pemerintah Daerah, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Kehutanan, dan sejumlah pihak terkait untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap PT. WKS, untuk dapat menyelesaikan konflik yang terjadi diantara masyarakat dan perusahaan terkait.
Keempat, Komnas HAM untuk dapat melakukan penyelidikan lebih mendalam dalam bingkai kejahatan korporasi sesuai dengan prinsip-prinsi Bisnis dan Hak Asasi Manusia sesuai mandat dan fungsi berdasarkan UU 39 Tahun 1999 tentang HAM, untuk dapat memberikan pemulihan bagi sejumlah korban dalam konflik tersebut. Kami juga mendukung upaya Komnas HAM pembentukan Tim Pro Justicia terkait konflik agraria di Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Hilir, Kapubaten Tebo, Jambi.
Kelima, LPSK untuk memberikan perlindungan terhadap sejumlah saksi-saksi terkait peristiwa tersebut agar tidak terjadi intimidasi dan tekanan terhadap saksi-saksi dalam kasus itu.
Jakarta, 8 April 2015
KontraS, Walhi, KPA, TUK, Elsam
[1] A/HRC/RES/21/5
[2] A/HRC/RES/25/18