21 Agustus 2016 3 menit
Siaran Pers: Transformasi Menuju Keuangan Berkelanjutan di Indonesia
JAKARTA – Pencegahan terjadinya kerusakan lingkungan, sosial dan HAM menjadi tanggung jawab semua pihak, tidak terkecuali Lembaga Jasa Keuangan (LJK) seperti bank. Bank tanpa disadari dapat terpapar resiko atas terjadinya perusakan lingkungan yang dilakukan oleh korporasi. Pembiayaan oleh perbankan memang menimbulkan kemajuan ekonomi, namun dengan korbanan sosial dan lingkungan yang tinggi.
Rahmawati Retno Winarni, Direktur Eksekutif Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia dalam sambutannya pada Seminar tentang Transformasi Menuju Keuangan Berkelanjutan di Indonesia, Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016, menyebut selama ini ada tiga solusi atas permasalahan bagi perbankan yang berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Pertama, peraturan yang lebih ketat; kedua, penegakan hukum atas kesalahan yang dilakukan oleh bank dan bankirnya; ketiga, skema kompensasi yang menghubungkan antara kepentingan bankir dengan kepentingan jangka panjang bank. “Solusi lain yang baru-baru ini ditawarkan adalah covenant banking: para banker secara personal dimintai pertanggungjawaban atas kerugian yang timbul dari keputusan pembiayaan yang mereka buat. Solusi ini bisa menciptakan kondisi perbankan yang bertanggung jawab yang terutama dicirikan pada kejujuran dan kepedulian terhadap sesama dan alam”.
Senada dengan Rahmawati, menurut salah satu narasumber dalam Seminar, Jalal, ada dua cara yang harus dilakukan perbankan untuk mencapai keuangan berkelanjutan, yaitu memastikan investasi yang tidak membawa mudarat sosial dan lingkungan dan mengarahkan ivestasi yang memihak kepada keberlanjutan, seperti investasi pada energi terbarukan. “Yang diinginkan kita semua adalah perbankan yang memajukan ekonomi dan sosial sekaligus, serta memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak akibat pengabaian yang selama ini terjadi”, tegas Jalal.
Menurut Direktur Bidang Keuangan Berkelanjutan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Edi Setijawan, saat ini OJK sedang berada pada tahapan awal dalam penerapan Keuangan Berkelanjutan di Indonesia. “Selama tahun 2015, OJK telah melakukan peningkatan kapasitas bagi lembaga jasa keuangan. Wujudnya adalah pelatihan bagi para bankir mengenai analisis lingkungan hidup. Diharapkan para bankir mengerti tentang resiko lingkungan dan kondisi sebenarnya di lapangan sehingga memperbaiki proses persetujuan kredit ”, papar Edi.
Hubungan perbankan sebagai pemberi modal dengan persoalan lingkungan saat ini sudah tak lagi bisa dinegasikan. Hal ini ditegaskan oleh Rasio Ridho Sani, Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Menurutnya, Direktorat Penegakan Hukum KLHK saat ini tengah melakukan proses penegakan hukum terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan pembakaran hutan dan lahan. Perbankan mesti menerapkan prinsip kehati-hatian sebelum memberikan kredit agar terhindar dari resiko kredit macet karena perusahaan yang dibiayainya berhenti beroperasi karena kasus pelanggaran hukum yang dapat berujung pada gagal bayar. Penegakan hukum adalah salah satu syarat utama tercapainya keuangan berkelanjutan di Indonesia.
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi:
Hadiya Rasyid (Communication Officer)
Telp: 085355631430
Email: [email protected]
www.tuk.or.id