25 September 2016 3 menit

Siaran Pers Hari Tani Nasional: Menolak Ilusi Reforma Agraria dan Kebijakan Pro-Investasi Jokowi-JK

Hari Tani Nasional (HTN) yang diperingati setiap tanggal 24 September merupakan hari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960, yang juga merupakan momentum kebangkitan kaum tani di seluruh Indonesia, sebagaimana ditetapkan melalui Kepres 169 tahun 1963. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) mengamanatkan terwujudnya keadilan sosial dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia melalui pelaksanaan reforma agraria, yang program pokoknya adalah menyediakan tanah dan program pendukung lainnya untuk kaum petani. Namun amanat ini tidak dijalankan. Hingga kini nasib kaum tani tak kunjung membaik. Kemiskinan di pedesaan semakin luas karena ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang semakin tajam.
Jokowi-JK memulai pemerintahannya dengan menjanjikan pelaksanaan reforma agraria melalui Nawa Cita dan RPJMN 2015-2019, yang diterjemahkan ke dalam dua skema, yakni redistribusi tanah dan legalisasi asset dengan target 9 juta hektar bagi petani. Skema ini sesungguhnya melanjutkan praktik dari rezim sebelumnya yang cenderung membuka pasar tanah (market-led land reform). Hingga dua tahun masa pemerintahan Jokowi JK berjalan, ketiadaan lembaga pelaksana reforma agraria yang dipimpin langsung oleh Presiden menunjukkan bahwa pemerintahan ini tidak memiliki kemauan menjalankan reforma agraria sejati.
Penyimpangan ini diperparah oleh berbagai kebijakan ekonomi dan politik yang bertentangan dengan cita-cita reforma agraria. Pemerintahan Jokowi-JK tetap melanjutkan kebijakan-kebijakan pro investasi anti rakyat, yang semakin melanggengkan persoalan ketimpangan dan ketidakadilan yang dialami oleh masyarakat. Kebijakan tersebut antara lain: kebijakan pengadaan tanah untuk kebutuhan infrastruktur, perkebunan, pertambangan, kehutanan dan reklamasi; impor pangan; paket kebijakan ekonomi jilid I-XIII; UU Tax Amnesty; dan Perpres Percepatan Pembangunan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Situasi di atas semakin meningkatkan eskalasi konflik agraria di berbagai sektor dan daerah yang berujung pada tindakan represif dan kriminalisasi terhadap perjuangan rakyat atas hak-haknya. Dari 2004-2015, tercatat 1.772 konflik agraria dengan luasan wilayah konflik 6.942.381 hektar dengan korban 1.085.817 kepala keluarga. Akibat represifitas aparat (polisi/TNI/satpol PP) dan security korporasi di lapangan terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas tanah, tercatat petani/nelayan/masyarakat adat yang ditangkap 1.673 orang, dianiaya/luka-luka 757 orang, ditembak 149 orang dan tewas 90 orang (KPA, 2015).
Melihat jauhnya janji dengan realisasi di lapangan, dan menyaksikan tetap bertahannya berbagai persoalan kaum tani tanpa penyelesaian, maka KNPA menegaskan sikap dan posisinya dengan menggelar rangkaian aksi peringatan HTN di berbagai daerah (terlampir), dan akan menutup rangkaian tersebut dengan aksi puncak peringatan HTN 2016 pada Hari Selasa, 27 September di depan Istana Negara, Jakarta. Puncak peringatan HTN di Jakarta ini akan diikuti oleh sekitar 10.000 massa, yang terdiri dari organisasi tani, buruh, nelayan, masyarakat adat, mahasiswa, perempuan, kaum miskin kota dan aktivis/NGO dari Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jakarta.
Demikian rilis ini kami sampaikan. Di dalam negara yang kuat, kaum tani harus berdaulat. Mari perkuat persatuan gerakan rakyat, dan selamat Hari Tani Nasional kepada kaum tani di seluruh tanah-air.
 
Jakarta, 24 September 2016
Hormat Kami,
Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA)
Dewi Kartika
Koordinator Umum
 
Aliansi KNPA:
KPA, SPI, API, AMAN, KPBI, WALHI, Bina Desa, KontraS, SP, SAINS, IHCS, JKPP, KIARA,
STI, SPM, SPB, FPRS, SEPETAK, FPPB, STIP, STAM, SW, Pusaka, YLBHI, WAMTI, IPPHTI,
GMNI, SMI, Jaka Tani, SPRI, SNI, KNTI, LMND, SPKS, LBH Jakarta,
TuK-Indonesia, STKS, JRMK, UPC.


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top