11 Desember 2016 3 menit
Petani Dipaksa Hidup Tanpa Tanahnya, Dikriminalkan Oknum Aparat Kepolisian di Rezim Jokowi–JK
Di penghujung November 2016, seorang petani Bohotokong Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah kembali menjadi tersangka atas tuduhan pencurian oleh pemegang Hak Guna Usaha (HGU) PT. Anugerah Saritama Abadi. Aparat kepolisian melakukan penangkapan di Desa Bohotokong pada tanggal 30 November 2016 tepat di lokasi Syafrudin Madili, 43 tahun, melakukan aktivitas kesehariannya sebagai petani yang mengolah buah kelapa menjadi kopra.
Kami mengecam keras tindakan aparat kepolisian yang melakukan penangkapan tersebut. Sumber kami mengidentifikasi bahwa beberapa aparat yang melakukan penangkapan tersebut, adalah oknum yang diduga kuat memang menjadi “peliharaan” pemilik HGU. Dari rentetan kejadian penangkapan petani Bohotokong sejak tahun 2002, oknum aparat kepolisian Polres Banggai Teddy Polii, SH yang saat ini berpangkat IPDA dan Raini Laato saat ini berpangkat AIPDA diduga kuat adalah pelaku yang sejak awal kejadian tidak pernah absen dalam proses penangkapan, hingga petani yang ke-23 ini masih menjadi aktor utama penangkapan.
Penangkapan/kriminalisasi ini kami duga sebagai bentuk intimidasi terhadap perjuangan petani Batohokong yang menuntut hak-hak atas tanahnya, yang telah diserobot oleh PT. Anugerah Saritama Abadi pada tahun 1997. Padahal sejak tahun 1984 hingga 1996, sudah terhitung 4 kali petani mengajukan hak baru kepada BPN di atas tanah negara tersebut.
Tak ada bedanya dengan rezim-rezim sebelumnya. Pemerintahan Jokowi – JK masih menjadi rezim yang memperlakukan petani sebagai “musuh” negara dan tidak menganggap petani sebagai warga negara yang memiliki hak konstitusional serta telah memberikan sumbangsih besar terhadap perbaikan perekonomian bangsa. Petani seharusnya dijamin kehidupannya oleh negara karena turut berjasa atas pemenuhan pangan nasional, bukan justru dipaksakan terpisah dari sumber-sumber penghidupannya.
Pelaksanaan reforma agraria sebagaimana dijanjikan oleh pemerintah, tidak akan pernah berhasil jika petani masih terus direpresi, terus dipaksa mengaku bersalah atas penguasaan tanahnya, dan terus menerus ditakut-takuti dengan surat penangkapan yang belum tentu sesuai dengan ketentuan kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), yang berlaku di Indonesia. Kejadian seperti ini juga dilakukan di banyak wilayah di Republik Indonesia.
Kami akan terus menerus mengingatkan rezim Jokowi – JK untuk tidak memperlakukan petani sebagai “musuh” negara. Kapolri juga harus lebih tegas dalam melakukan pengawasan terhadap jajarannya saat menjalankan tugasnya sebagai pelindung rakyat. Kapolri juga harus memastikan untuk berlaku adil dan memberikan sanksi tegas kepada jajarannya jika terbukti menjadi “peliharaan” pemilik HGU di Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah.
Kami menegaskan kepada Pemerintah untuk secara konsisten menjalankan janji reforma agraria berupa redistribusi tanah 9 juta hektar dan menyelesaikan konflik-konflik agraria. Termasuk di dalamnya melakukan peninjauan kembali, sekaligus menertibkan HGU-HGU yang terbit tanpa memperhatikan hak atas tanah dari masyarakat, sehingga menimbulkan potensi-potensi konflik agraria serupa.
Kami juga mendesak Presiden Joko Widodo dan Kapolri untuk segera membebaskan petani Syafrudin Madili yang sampai hari ini masih ditahan oleh Polres Banggai, Prov. Sulawesi Tengah. Harus menghentikan upaya penangkapan terus-menerus terhadap Petani Bohotokong oleh Polres Banggai. Harus juga segera menurunkan Tim Propam Mabes Polri untuk memeriksa oknum aparat kepolisian Polres Banggai yang diduga kuat menjadi “peliharaan” pemilik HGU. Perlu ada pemulihkan kehidupan petani Bohotokong dengan mengembalikan tanah mereka serta menjamin keberlangsungan kehidupan pertaniannya.
WALHI, KPA, HUMA, ELSAM, TUK-Indonesia, KONTRAS
Narahubung:
- Dewi Kartika 081394475884 (KPA)
- Ahmad, SH 08135431170 (WALHI)