4 Maret 2017 7 menit

Penyelesaian Bertanggung Jawab dan Jangka Panjang Konflik Hak Tanah Adat antara Sime Darby dan Masyarakat

Oleh: Norman Jiwa*.
Pendahuluan
Mengapa Sime Darby Plantation harus pengembalian tanah hak adat masyarakat adat Dayak Ribun dari Dusun Kerunang dan Dusun Entapang adalah hal strategis dan harus segera dilakukan? Sebab anak perusahaan Sime Darby sebagai anggota dan pendiri RSPO, PT Mitra Austral Sejahtera berjanji meminjam tanah hak adat masyarakat Kerunang dan Entapang untuk ditanami kelapa sawit sesuai dengan janji pada saat sosialisasi, yaitu pinjam-pakai 25 tahun.
Restitusi hak tanah adat ini bukan saja sangat memungkinkan tetapi juga dalam jangka panjang menguntungkan investasi Sime Darby dan PT MAS sebagai pelopor keberlanjutan, memperkokoh kepercayaan masyarakat, menunjang nilai saing industri sawit Indonesia di pasar internasional, dan meningkatkan kredibilitas RSPO sebagai lembaga yang mendorong produksi minyak sawit berkelanjutan.
Sime Darby menanamkan modal dan mengendalikan 64% saham di PT Mitra Austral Sejahtera (PT MAS). PT MAS, sebelumnya adalah PT Ponti Makmur Sejahtera, telah beroperasi di tanah masyarakat Dayak Ribun di kampung Kerunang dan kampung Entapang sejak tahun 1995/1996 dengan luas 1.462 hektar.
Penyebab konflik
Pada saat sosialisasi tahun 1995/1996, PT MAS menjanjikan akan membangun kebun plasma, membangun jalan, sarana dan prasarana, perumahan, rumah sakit, tempat ibadah, lapangan olah raga, sekolah, beasiswa, penerangan, dan mengutamakan lapangan pekerjaan bagi anggota masyarakat dari Kerunang dan Entapang. Setelah mempertimbangkan janji-janji tersebut, masyarakat Kerunang dan Entapang setuju untuk meminjamkan tanah adat untuk ditanam kelapa sawit.
Namun, tanpa konsultasi dan persetujuan masyarakat Kerunang dan Entapang, PT MAS mengajukan permohonan Hak Guna Usaha atas tanah tersebut dan mendapatkan Hak Guna Usaha pada tahun 2000. Itu artinya PT MAS telah mengkhianati perjanjian sebelumnya dan menghilangkan hak atas tanah masyarakat adat Dayak Ribun di Kerunang dan Entapang. Masyarakat tetap berpegang teguh dengan apa yang telah disepakati bersama dan dijanjikan pada tahun 1995/1996 bahwa tanah hak adat masyarakat Kerunang dan Entapang dipinjam untuk ditanami kelapa sawit hanya 25 tahun.
Kerugian masyarakat akibat konflik
Konflik antara masyarakat Kerunang and Entapang dan PT Mitra Austral Sejahtera (MAS), khususnya di wilayah Perkebunan PT MAS II di Sanggau telah berlangsung lama. Konflik tersebut bahkan pecah terbuka pada tahun 2007 dimana 5 orang warga kampung ditangkap dan 4 diantara mereka diganjar hukuman menjalani 2 tahun penjara. Konflik tersebut disebabkan tanah yang dikuasai oleh perusahaan tanpa persetujuan masyarakat; yang kemudian berkembang menjadi masalah kemitraan antara perusahaan sebagai perusahaan inti dan masyarakat sebagai petani plasma, disertai dengan pengingkaran jani-janji dan intimidasi serta ancaman/teror. Masyarakat telah berusaha menyelesaikan konflik tersebut melalui upaya-upaya litigasi dan non litigasi. Sejak 2007, masyarakat telah menjadikan RSPO sebagai salah satu strategi untuk penyelesaian konflik. Setiap pertemuan tahunan RSPO, masyarakat membawa kasus konflik ini dan memberitahukan parapihak pemangku kepentingan bahwa konflik tersebut masih belum diselesaikan.
Sime Darby Mampu Memilih yang Terbaik?
Untuk menjadi pelopor dan pemimpin dalam inisiatif keberlanjutan Dunia, Sime Darby dapat mempertimbangkan berbagai pilihan. Masyarakat tentu percaya Sime Darby dapat mengambil langkah penyelesaian yang secara moral bertanggung jawab, etis dalam dunia usaha dan investasi, dan dapat diterima dalam koridor keberlanjutan hak ekonomi, sosial, dan budaya bagi generasi yang akan datang di Kerunang dan Entapang.
Saat ini ada empat skenario yang ada, atau mungkin dapat muncul sepanjang masa konflik tersebut:
Skenario 1: Dimana situasi konflik masih ada dalam status quo. Konflik berkepanjangan telah mencapai pada situasi ketidak-percayaan antara masyarakat Kerunang dan Entapang dan PT MAS II. Jika keadaan ini tidak ditangani dengan solusi yang disepakati bersama, keadaan dapat berkembang menjadi konflik-konflik baru dimasa mendatang dan berkembang menjadi iklim investasi yang tidak kondusif untuk jangka panjang. Hubungan industrial perusahaan-masyarakat tidak akan stabil sebab masalah-masalah yang tidak terselesaikan, dan bahkan mungkin lebih buruk.
Skenario 2: Skenario kegiatan usaha-seperti-biasa (business as usual/BAU) sesuai peraturan. PT MAS II berhasil mengendalikan kekacauan akibat keberatan dan ketidak-puasan masyarakat saat perusahaan menempuh jalur hukum pada tahun 2007. Empat anggota masyarakat dinyatakan bersalah dan dipenjara akibat melanggar Pasal (21 & 47) Undang-Undang Perkebunan. Pada tahun 2011, Pasal 21 & 47 Undang-Undang Perkebunan dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Meskipun begitu, proses pengujian materi oleh Mahkamah Konstitusi dan penegakan hukum melalui sistem pengadilan sama sekali belum menyentuh akar penyebab dari konflik lahan yang melahirkan tuntutan-tuntutan dari masyarakat masih ada hingga saat ini.
Skenario 3: Sebagai anggota RSPO. Sebagai anggota dari RSPO, Sime Darby terikat pada Kode Etik, Prinsip dan Kriteria, Statuta dan Anggaran Rumah Tangga RSPO. Sime Darby menyusun rencana program sertifikasi terikat waktu dan beberapa unit operasi perusahaan telah menikmati hak-hak istimewa dari minyak sawit yang lolos sertifikasi di pasar. Persyaratan Sertifikasi Bertahap RSPO mewajibkan Sime Darby untuk menangani ketidak-patuhan dan menyelesaikan konflik di dalam unit yang belum lolos sertifikasi dari kebun dan pabrik. Dalam situasi ini, Sime Darby telah memberikan mandat kepada manajemen PT MAS II untuk menangani 14 tuntutan masyarakat menggunakan prosedur operasional internal penyelesaian konflik PT MAS II (SOPs). Hal ini telah berjajan sejak 2007 dan saat ini ditangani oleh PT MAS II dengan peran pengawasan Sime Darby.
Skenario 4: Skenario menang-menang untuk semua. Diusulkan dibawah skenario ini, Sime Darby dan masyarakat bersama menempuh upaya-upaya yang harus dilakukan untuk memastikan pengembalian hak tanah/adat kepada masyarakat Kerunang dan Entapang. Dalam proses yang transparan dan bertanggung jawab, kedua belah pihak menempuh cara-cara proaktif untuk mengutamakan dan menyelesaikan tuntutan 1, tanpai mengabaikan tuntutan-tuntutan lainnya yang belum selesai. Semua hal tersebut akan dilakukan dengan kerjasama erat dengan PT MAS II. Keadaan ini akan membentuk dan menjadi dasar yang kuat membangun rasa saling percaya dan keyakinan bagi Sime Darby Plantation dan masyarakat. Dalam jangka panjang, skenario ini mendukung dan memperbaiki pola hubungan industri yang lebih baik dalam kegiatan-kegiatan perkebunan dan pabrik PT MAS.
Masyarakat masih percaya Sime Darby dan RSPO!
Ketika pertemuan konferensi tahunan RSPO tahun 2012, masyarakat sekali lagi mengutus perwakilan mereka untuk menyampaikan tuntutan kepada RSPO agar ikut terlibat di dalam upaya-upaya penyelesaian konflik, dan menekankan bahwa tuntutan-tuntutan masyarakat sebelumnya sudah pernah disampaikan. Pengaduan tertulis kepada Complaints Panel RSPO mendapat tanggapan yang baik dan menghasilkan beberapa tindak lanjut dan rekomendasi. Sebagai tindak lanjut, PT MAS membentuk Tim Kerja Perwakilan Petani (TKPP) untuk dialog membahas penyelesaian tuntutan masyarakat.
Sayangnya, TKPP dalam perjalanannya kurang efektif menjadi lembaga dialog upaya penyelesaian konflik sebab PT MAS sebagai sumber dan faktor masalah cenderung memaksakan solusi dengan cara-cara yang anti-demokrasi dan tidak sportif; perwakilan masyarakat dipaksa menerima dan menanda-tangani risalah dialog tanpa memberikan waktu yang memadai untuk membahas secara internal capaian dan hasil dialog TKPP; dan PT MAS gagal memenuhi dan menerapkan syarat-syarat mendasar yang telah diwajibkan RSPO dalam proses dan pengambilan keputusan TKPP khususnya menghormati prinsip FPIC.
Langkah segera dan solusi jangka panjang
Sebagai anggota dan pendiri Roundtable on Sustainable Palm Oil, Sime Darby dapat dan bisa melakukan tahapan dan proses akhirnya membantu fasilitasi proses pengembalian hak masyarakat Kerunang dan Entapang dengan cara minimal: (a) Setuju memastikan proses solusi hak tanah adat masyarakat sesuai dengan Prinsip & Kriteria RSPO; (b) memastikan dan menjalankan keterbukaan dalam proses penyelesaian; (c) saling menghormati satu sama lain; (d) Setiap keputusan disepakati bersama oleh Masyarakat dan Sime Darby; (e) Sime Darby bersedia dan patuh dengan jadwal batas waktu yang jelas dan mengikat; (f) setuju bahwa proses resolusi konflik adalah antara masyarakat dan Sime Darby; (g) setuju RSPO menjadi fasilitator proses fasilitasi penyelesaian sengketa; dan (h) semua keputusan yang disepakati bersama oleh Sime Darby dan masyarakat mengikat kedua belah pihak.
Kini bola penyelesaian konflik ada ditangan Sime Darby dan PT MAS sebagai anggota RSPO dan korporasi yang bertanggung jawab. Masyarakat telah menyampaikan surat kepada Perdana Menteri Malaysia dan ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia dan Kantor Staf Presiden agar memberikan perhatian nyata dalam mendorong dan membantu Sime Darby untuk melakukan percepatan pengembalian hak adat tanah masyarakat Kerunang dan Entapang. Selain itu, masyarakat menyerahkan sepenuhnya dan berharap agar RSPO memainkan peran lebih nyata sebagai fasilitator proses restitusi hak tanah adat masyarakat Kerunang dan Entapang.Direktur Eksekutif, TuK INDONESIA 2013-2016. Anggota Executive Board RSPO 2008-2012 mewakili Sawit Watch. Artikel ini disiapkan dan didedikasikan sebagai bagian dari upaya membantu masyarakat Kerunang dan Entapang dalam upaya menyelesaikan konflik secara umum, dan khususnya untuk bulletin TuK INDONESIA edisi Maret 2017.
*Direktur Eksekutif, TuK INDONESIA 2013-2016. Anggota Executive Board RSPO 2008-2012 mewakili Sawit Watch. Artikel ini disiapkan dan didedikasikan sebagai bagian dari upaya membantu masyarakat Kerunang dan Entapang dalam upaya menyelesaikan konflik secara umum, dan khususnya untuk bulletin TuK INDONESIA edisi Maret 2017.


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top