5 April 2021 2 menit
PEMBIAYAAN MUFG BERISIKO TERHADAP HUTAN
LAPORAN RESMI PEMBIAYAAN MUFG BERISIKO TERHADAP HUTAN
Mitsubishi UFJ Financial (MUFG) adalah salah satu penyandang dana bagi perusahaanperusahaan terkemuka di dunia yang turut memicu perusakan hutan hujan tropis melalui produksi dan perdagangan komoditas seperti minyak sawit, bubur kertas & kertas. Sejak 2016, MUFG menyediakan hampir USD 3 Miliar pembiayaan yang berisiko terhadap hutan bagi produksi dan perdagangan komoditas terkait deforestasi di Asia Tenggara, Brasil, dan sebagian Afrika. Sektor ini adalah kontributor utama bagi terjadinya perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati melalui perubahan penggunaan lahan yang terkait dengan pelanggaran HAM dan korupsi. Mengatasinya harus menjadi komponen utama dari rencana aksi iklim MUFG dan komitmen yang lebih luas bagi keberlanjutan.
Lebih dari 60% pembiayaan MUFG yang berisiko terhadap hutan disalurkan ke Asia Tenggara, terutama pada sektor minyak sawit, bubur kertas & kertas. MUFG adalah penyandang dana terbesar sektor minyak sawit yang berkantor pusat di luar Asia Tenggara (lihat Bagan 1). Memperluas kehadirannya di kawasan ini melalui akuisisi termutakhirnya pada bank terbesar keenam di Indonesia, yaitu PT Bank Danamon Tbk (IDX: BDMN). MUFG terpapar risiko Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola (LST) tingkat tinggi yang terkait dengan nasabahnya di sektor ini.
Risiko LST yang terdokumentasi dengan baik ini termasuk deforestasi yang meluas, penyuapan, pelanggaran aturan ketenagakerjaan dan pelanggaran terhadap hak atas tanah.
Beberapa nasabah MUFG, selama beberapa tahun terlibat dalam bencana kebakaran besar di Indonesia, dan diperkirakan telah menyebabkan puluhan ribu kematian dini di seluruh wilayah yang terdampak oleh kebakaran ini serta mengakibatkan kerugian dan kerusakan ekonomi hingga puluhan miliar dolar. Kebakaran ini, yang kemudian dipicu oleh kerusakan gambut yang kaya karbon, telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil gas rumah kaca terbesar di dunia. Pada tahun 2019, kebakaran di Indonesia menghasilkan lebih banyak emisi CO2 daripada kebakaran Amazon dan pada tahun 2015 kebakaran kembali terjadi dengan dampak yang lebih parah, mengeluarkan gas rumah kaca lebih banyak daripada emisi yang dihasilkan dari kegiatan perekonomian Jepang per tahun.