25 April 2025 4 menit

Aksi Damai Dibubarkan, BNI Bungkam atas Pendanaan Perusak Hutan

SIARAN PERS

Palangka Raya, 25 April 2025 — Ruang demokrasi di Kalimantan Tengah kembali dipertanyakan. Aksi damai yang digelar pagi ini oleh TuK INDONESIA dan WALHI Kalimantan Tengah di depan kantor BNI Cabang Palangka Raya berujung pada penghalangan dan pembubaran aksi. 

Sekitar pukul 10.15 WIB, massa aksi membentangkan spanduk dan poster yang berisi protes terhadap pendanaan bank yang berisiko terhadap deforestasi di Kalimantan Tengah. Salah satunya Bank Negara Indonesia (BNI). Dalam periode 2016 hingga Juni 2024, total kredit yang disalurkan kepada para taipan sawit yang beroperasi di Kalimantan Tengah mencapai USD 11,07 miliar atau sekitar Rp 157,8 triliun. Salah satu penerima diduga adalah Winarno Tjajadi, pengendali PT HMBP/Best Agro Group, yang juga memiliki keterkaitan dengan BNI sebagai pemegang saham individu yang nilainya terus meningkat. Dugaan pendanaan dari BNI, baik langsung maupun melalui skema lain, ikut menopang keberlanjutan konflik dan perusakan hutan yang masif di Kalimantan Tengah.

Namun aksi ini tak berlangsung lama. Pada pukul 10.36 WIB, satpam dan karyawan BNI mendatangi peserta aksi. Empat menit kemudian, pihak bank menghubungi aparat kepolisian. Pukul 10.47 WIB, peserta aksi digiring ke dalam kantor BNI oleh aparat dan petugas keamanan. Tindakan ini jelas merupakan bentuk intimidasi terhadap kebebasan berekspresi yang dilindungi undang-undang.

Ironisnya, tindakan intimidatif ini diketahui langsung oleh pimpinan yaitu Ketua dan Wakil Kepala Cabang BNI Palangka Raya. Ia hadir dan berperan aktif dalam upaya  penghalangan dan pembubaran aksi tersebut. Pihak BNI bahkan meminta agar peserta tidak melanjutkan tuntutan atas tindakan intimidasi yang dilakukan oleh pimpinan mereka sendiri.

Dalam sesi mediasi yang berlangsung sekitar pukul 11.00 WIB, pihak BNI berdalih bahwa aksi seperti ini harus melalui prosedur izin. Pernyataan tersebut dibantah keras oleh peserta aksi yang menegaskan bahwa menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak konstitusional yang dijamin undang-undang, dan tidak memerlukan izin siapa pun, termasuk korporasi seperti BNI, terlebih lagi aksi itu adalah aksi damai Kekhawatiran mereka semata-mata soal citra lembaga, bukan soal dampak riil pendanaan terhadap lingkungan dan masyarakat.

Laporan Banking on Biodiversity Collapse (BoBC) 2024 menunjukkan dengan jelas bahwa BNI adalah salah satu lembaga keuangan yang paling terlibat dalam pembiayaan perusahaan ekstraktif yang menghancurkan hutan dan keanekaragaman hayati di Indonesia, termasuk di Kalimantan. Ketika fakta ini disampaikan dalam mediasi, pihak BNI tidak membantah. Namun mereka menyatakan hal tersebut di luar kewenangan mereka untuk dijawab.

“BNI tidak bisa terus berlindung di balik prosedur legal dan kepentingan reputasi,” tegas Abdul Haris, Kepala Departemen Advokasi dan Pendidikan Publik TuK INDONESIA. “Pendanaan mereka berdampak nyata. Pembiayaan ini telah merusak hutan, merampas tanah rakyat, hingga menghilangkan nyawa. Tindakan membawa paksa aktivis lingkungan hanya karena menyuarakan kebenaran adalah bentuk penyalahgunaan kuasa dan ketakutan korporat terhadap transparansi.” 

Lebih lanjut, Abdul menyatakan fakta ini bisa dilihat dari Surat Keputusan Kementerian Kehutanan No 36 tahun 2025 tentang sawit yang telah terbangun dalam kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan. Kurang lebih 632.133,96 ribu hektar hutan di Kalimantan tengah telah berubah menjadi kebun kelapa sawit. Penguasaan kelapa sawit tersebut didominasi oleh group-group besar seperti Sinar Mas, Wilmar, KLK,  Musim Mas, CBI, Best Agro dan beberapa perusahaan lain (Lampiran SK) 

Sementara itu, Bayu Herinata direktur  WALHI Kalimantan Tengah, menyatakan “Masyarakat khususnya nasabah bank harus mengetahui bahwa pendanaan yang diberikan oleh bank mendukung perusahaan untuk terus melakukan aktivitas mereka, nasabah bisa mempertanyakan komitmen keberlanjutan bank dalam menjalankan bisnis nya dan mendesak bank untuk mengevaluasi kembali dukungan pendanaan kepada perusahaan-perusahaan sawit yang terbukti melanggar hukum dan menyebabkan dampak buruk bagi lingkungan dan sosial di khususnya di Kalimantan Tengah”

WALHI Kalimantan Tengah mencatat bahwa sektor perkebunan sawit menjadi penyumbang  terbesar konflik sosial yang terjadi di Kalimantan Tengah, dari 349 kasus konflik tersebut, tidak kurang dari 80% nya terjadi antara perusahaan besar sawit dengan masyarakat adat/lokal dan sampai saat ini sebagian konflik tersebut masih terjadi dan tidak terselesaikan. Penelusuran yang dilakukan juga mendapati beberapa group usaha perkebunan besar sawit mendapatkan dukungan pendanaan dari bank BNI. “Kami mendesak Bank BNI untuk memperkuat komitmen mereka dalam mendukung keberlanjutan lingkungan dengan memastikan bahwa pendanaan yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan khususnya yang beresiko terhadap keberlanjutan lingkungan dan konflik sosial di masyarakat dapat di evaluasi dan dihentikan,” ujar Bayu.

Aksi hari ini menjadi penanda bahwa demokrasi di Kalimantan Tengah tengah berada di bawah ancaman serius. Ketika ekspresi damai dibalas dengan tekanan, dan lembaga keuangan lebih sibuk menjaga wajahnya ketimbang bertanggung jawab atas kehancuran yang didanainya, maka jelas siapa yang sedang dalam krisis moral. BNI, melalui kepemimpinan cabangnya di Palangka Raya, harus bertanggung jawab, bukan hanya kepada publik, tetapi juga kepada alam dan nyawa yang hilang karena keserakahan yang mereka biayai.

Contact Person:
Annisa ([email protected] / 087884446640)

This post is also available in: English


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top