19 April 2015 4 menit

Pernyataan Pers Bersama: Menuntut Tanggung Jawab Holcim Ltd. Atas Pengambilalihan Hak Kelola Masyarakat Ringinrejo

siaran persPernyataan Pers Bersama
ELSAM – Fransiscans International – Sitas Desa – Paguyuban Petani Aryo Blitar – TuK Indonesia – Konsorsium Pembaruan Agraria – AURIGA

Menuntut Tanggung Jawab Holcim Ltd. Atas Pengambilalihan Hak Kelola Masyarakat Ringinrejo
Jakarta, 19/04 – Masyarakat sipil di Indonesia telah melaporkan Holcim Ltd Group, PT. Holcim Indonesia, ke National Contact Point Switzerland, karena operasi Holcim tersebut berdampak buruk terhadap kehidupan masyarakat setempat.
Pengaduan kami sampaikan merupakan jalur yang disediakan OECD Guidelines for Mulltinational Enterprises (OECD Guidelines for MNE’s). Di mana, ini merupakan panduan wajib yang berasal dari Negara anggota OECD untuk diterapkan di manapun mereka beroperasi.
Di Blitar, lahan seluas ± 724,23 Hektar yang dikelola ± 826 Kepala Keluarga ditanami jagung, ketela & semangka di Desa Ringinrejo, Blitar, Jawa Timur, Indonesia telah menjadi sumber penghidupan warga selama 19 (Sembilan belas) tahun lamanya, kini terancam digusur. Karena, lahan yang dikelola warga tersebut, sejak tahun 2013 telah ditunjuk sebagai kawasan hutan oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Lahan yang dikelola warga tersebut tanpa diketahui warga, telah dibeli PT. Holcim Indonesia dan dijadikan sebagai lahan pengganti (dijadikan hutan), karena Holcim menggunakan kawasan hutan di Tuban untuk penambangan dan pabrik semen.
Penunjukan areal kelola warga Ringinrejo sebagai kawasan hutan, telah dilakukan dengan proses yang tidak transparan. Karena Holcim tidak mempertimbangkan riwayat kelola warga selama 17 (tujuh belas) tahun lamanya. Bahkan proses ganti rugi atau kompensasi dilakukan Holcim justru kepada warga pendatang, bukan warga asli Desa Ringinrejo, yang notabene mengalami dampak langsung dari penunjukkan kawasan hutan tersebut. Selain itu, dalam hukum Indonesia, penunjukan kawasan hutan yang berasal dari lahan kompensasi sebagaimana Holcim lakukan di Blitar, melanggar peraturan Menteri Kehutanan, karena syarat lahan kompensasi (lahan yang diberikan Holcim untuk dijadikan kawasan hutan) wajib clear and clean secara de facto dan de jure.
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan PT. Holcim Indonesia Tbk. (Holcim Ltd. Group) dalam pemberian lahan kompensasi kepada Kementerian Kehutanan dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Lahan kompensasi atas usaha perusahaan menyalahi peraturan perundang-undangan Indonesia. Yakni, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Permenhut–II/2011 dan Nomor P.14/Menhut-II/2013 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Karena Karena berdasarkan Pasal 16 ayat (3) huruf a P.14/Menhut-II/2013, pemegang persetujuan prinsip wajib menyediakan lahan kompensasi yang tidak bermasalah di lapangan (de facto) dan hukum (de jure). Karena, fakta di lapangan masih terdapat ±826 Kepala Keluarga yang menggarap lahan tersebut dan menggantungkan hidupnya selama 19 tahun.
2. Melakukan musyawarah dengan warga yang tidak representatif. Pihak PT. Holcim Indonesia Tbk. (Holcim Ltd. Group) telah melakukan sosialisasi/musyawarah dengan para penggarap yang ada di atas lahan yang akan menjadi lahan kompensasi, namun musyawarah/sosialisasi tersebut tidak dilakukan terhadap warga yang memiliki legitimasi mewakili kepentingan Desa Ringinrejo. Bahkan demi memenuhi persyaratan clear and clean di atas tanah yang sudah digarap warga tersebut, PT. Holcim Indonesia Tbk. melakukan negosiasi atau musyawarah dengan para penggarap yang justru bukan berasal dari Desa Ringinrejo, yang merupakan wilayah terdekat dengan lahan tersebut.
3. Persetujuan Atau Kesepakatan Bersama Dibuat Secara Tidak Transparan. Dalam proses negosiasi untuk membebaskan lahan kompensasi dari pendudukan yang dilakukan warga Ringinrejo, telah terbentuk panitia Permohonan Tanah di Desa Ringinrejo, dan sampai memiliki buah kesepakatan bersama (Pernyataan Bersama) yang menyatakan bahwa masyarakat Desa Ringinrejo menerima pemberian lahan seluas 40Ha dari PT. Holcim Indonesia Tbk pada tahun 2008. Namun ternyata dalam memperoleh tandatangan untuk pernyataan tersebut Panitia Permohonan Tanah tidak memberikan informasi dan mekanisme yang transparan bagi warga Desa Ringinrejo tentang isi pernyataan tersebut.
Tindakan Holcim di Blitar bertentangan dengan semua kewajiban dari panduan OECD pada bab tentang Hak Asasi Manusia; bertentangan dengan konsep dan asas-asas yang harus diterapkan perusahaan di mana mereka beraktivitas, yakni pada Bab I dari Panduan OECD angka 2, yang mewajibkan perusahaan untuk mematuhi undang-undang domestik. Serta bentuk pelanggaran terhadap ketentuan nomor 14 dari Bab II Kebijakan Umum. Bahwa perusahaan harus melibatkan para pemangku kepentingan yang relevan untuk memberikan peluang yang memadai untuk mempertimbangkan pandangan-pandangan mereka yang terkait dengan perencanaan dan pengambilan keputusan bagi proyek-proyek atau kegiatan-kegiatan yang dapat berdampak besar bagi masyarakat lokal.
Dengan mengajukan pengaduan dengan mekanisme yang disediakan OECD Guidelines for MNE’s, kami berharap, National Contact Point di Switzerland dapat memperhatikan masalah antara masyarakat Ringinrejo dengan Holcim, dan dengan difasilitasi NCP, dapat dicapai putusan agar Holcim mencari lahan pengganti yang tidak mengganggu hak-hak masyarakat Desa Ringinrejo; atau setidak-tidaknya terjadi kesepakatan final antara Holcim dengan warga Desa Ringinrejo melalui musyawarah yang efektif dan partisipatif. Sehingga dampak kerugian yang dialami warga sepenuhnya dapat dipulihkan.
Dalam memastikan pengaduan yang saat ini disampaikan ke National Contact Point di Switzerland diproses secara independen, sebanyak 100an warga Desa Ringinrejo akan mendatangi kantor Holcim Indonesia dan Kedutaan Besar Swiss di Jakarta
Demikian pernyataan pers ini kami sampaikan
Jakarta, 19 April 2015
Hormat kami,
Kontak:
Andi Muttaqien 08121996984 (ELSAM)
Farhan Mahfudzi 081555859984 (Sitas Desa, Blitar)
Yusriansyah (KPA)


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top