29 Oktober 2015 2 menit

[kontan] Korporasi pembakar hutan harus disanksi finansial

Default Image
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api di atas lahan gambut yang terbakar di Jalan Perdana, Pontianak, Kalbar, Senin (14/9). Walaupun Polda Kalbar sudah mengeluarkan Maklumat Kepolisian tentang larangan pembakaran hutan dan kebun dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun penjara serta denda 15 miliar rupiah, tapi hingga kini masih terjadi pembakaran lahan gambut yang dilakukan secara sengaja di wilayah Kalbar. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/aww/15.
Petugas pemadam kebakaran memadamkan api di atas lahan gambut yang terbakar di Jalan Perdana, Pontianak, Kalbar, Senin (14/9). Walaupun Polda Kalbar sudah mengeluarkan Maklumat Kepolisian tentang larangan pembakaran hutan dan kebun dengan ancaman hukuman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun penjara serta denda 15 miliar rupiah, tapi hingga kini masih terjadi pembakaran lahan gambut yang dilakukan secara sengaja di wilayah Kalbar. ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang/aww/15.

Kamis, 29 Oktober 2015 / 22:20 WIB

JAKARTA. Transformasi untuk Keadilan (TuK) Indonesia menilai penindakan pelangggaran pembakaran hutan tampaknya tidak cukup hanya lewat sanksi administrasi maupun pidana.
Namun, harus juga diberikan sanksi finansial mengingat pelaku pembakaran hutan umumnya berasal dari korporasi.
Norman Jiwan, Direktur Eksekutif TuK Indonesia mengatakan, sedikitnya terdapat 39% dari total titik api berada di konsesi perkebunan kepala sawit, dan sebagian lagi berada dari konsesi perusahaan pemegang hak pengusahaan hutan (HPH).
Menurutnya, sanksi finansial menjadi menjadi menarik lantaran umumnya perusahaan sawit ini dalam menggelar ekspansi usaha sebagain dananya berasal dari pembiayaan perbankan baik luar negeri maupun domestik.
“Sehingga, kalau terbukti perusahaan terlibat, kreditur juga seharusnya bertanggung jawab menghentikan perjanjian pinjaman,” kata Norman dalam diskusi catatan setahun kinerja Jokowi-JK, Kamis (29/10).
Dia menjelaskan, lembaga keuangan alias perbankan memainkan peran penting dalam menyediakan utang kepada group perusahaan perkebunan kelapa sawit.
Sebagai contoh, dari tunggakan utang senilai US$ 15,6 miliar sekitar 60% merupakan pembiayaan untuk sektor tersebut.
Sehingga, pemerintah bisa mendorong otoritas perbankan untuk menekan perusahaan pelaku pembakaran hutan dengan memberikan sanksi finansial.
Road map di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebetulnya sudah ada, namun perlu dilengkapi dengan peraturan teknis lainnya,” kata Norman.
Selain itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) juga bisa mengambil peran dalam menekan pelaku pembnakaran hutan.
Yakni, dengan mempertanyakan kepada perusahaan sektor perkebunan maupun kehutanan menyoal konsesi milik perusahaan yang terbakar dan keterlibatan perusahaan.
Bila terbukti perusahaan tersebut melanggar, otoritas bursa mestinya memberikan sanksi misalnya suspensi perdagangan sahamnya.
“Bisa juga sanksi berupa penangguhan rencana right issue maupun pembatalan rencana initial public offering (IPO),” ujarnya.
Ahmad Redi, Dosen Hukum Universitas Tarumanegara, agar kejadian pembakaran hutan dapat diminimalkan di kemudian hari memang perlu pemberian sanksi tegas tidak hanya pidana.
Menurutnya, sanksi finansial berupa pencabutan fasilitas pinjaman tentu akan efektif akan membuat perusahaan kapok dan hati-hati dalam tindakan pengrusakan lingkungan.
Reporter Muhammad Yazid
Editor Adi Wikanto
Link: http://nasional.kontan.co.id/news/korporasi-pembakar-hutan-harus-disanksi-finansial


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top