25 Januari 2016 8 menit
Surat Terbuka ke Presiden RI Joko Widodo
Kepada Yang Mulia
Bapak Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara
Dengan hormat,
Tuan Presiden Joko Widodo permah mengatakan akan menghentikan ketidakpastian dan belenggu transisi yang berkepanjangan dengan memberi jalan bagi kelahiran Indonesia hebat dan meneguhkan kembali jalan ideologis berdasarkan Pancasila dan Trisakti.
Tuan Presiden Joko Widodo pernah mengatakan visi mewujudkan Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong. Guna mewujudkan visi tersebut bagi jalan perubahan, maka dirumuskan sembilan agenda prioritas yang disebut Nawacita.
Hari ini (22 Januari 2015), kami membaca dan mendengar Tuan Presiden meluncurkan program Investasi Ciptakan Lapangan Kerja Tahap III di Wonogiri, Jawa Tengah. Pemerintah mengumumkan ada 10 pabrik dan perusahaan swasta terlibat dalam program tersebut, terdiri dari 8 perusahaan bermodal asing (PMA) dan sisanya perusahaan modal dalam negeri, yang mana sebanyak tiga perusahaan beroperasi ditanah Papua, yakni: perusahaan modal asing PT. Nabire Baru (Nabire, Prov. Papua), perusahaan modal asing PT. Bio Inti Agrindo (Merauke, Prov. Papua) dan PT. ANJ Agri Papua (Sorong Selatan, Prov. Papua Barat). Ketiganya berinvestasi dalam usaha perkebunan kelapa sawit.
Kami masyarakat adat Papua dan aktivis organisasi masyarakat sipil sangat resah dan marah atas program Tuan Presiden, karena program ini tidak seperti mimpi kami mengenai kesejahteraan dan pembangunan di tanah Papua. Keputusan atas program ini sudah pasti bukan berdasarkan hasil musyawarah ataupun dialog dengan masyarakat Papua. Program ini menyimpang dari jalan ideologis dan sistem nilai musyawarah, membelokkan jalan Indonesia hebat dan kembali masuk dalam belenggu sistem ekonomi neoliberal yang menguntungkan kelompok pemodal tertentu dan memiskinkan rakyat kebanyakan.
Dalam pengalaman hidup kami, kehadiran perusahaan tersebut terbukti belum sepenuhnya.memberikan manfaat sosial dan ekonomi berarti untuk memajukan kualitas hidup Orang Asli Papua dan lingkungan alam. Tanah Papua hanya dijadikan ladang pemerasan untuk investor dan pejabat pendukungnya, sedangkan masyarakat asli hanya menjadi penonton dan berkonflik menjadi korban kekerasan pelanggaran HAM. Karenanya, program tersebut akan melukai hati kami yang sedang menuntut perubahan dan keadilan.
Tuan Presiden, sejak awal kehadiran dan keberadaan ketiga perusahaan ini terlibat bersengketa dengan masyarakat adat setempat, karena menggunakan praktik-praktik kotor manipulasi dan intimidasi, terlibat dalam kejahatan kehutanan, melakukan pembakaran lahan, menggusur dusun sumber pangan masyarakat, membongkar hutan tempat sakral dan menghancurkan ritus budaya kehidupan orang Papua. Kehadiran perusahaan juga telah menciptakan konflik, kriminalisasi penangkapan sewenang-wenang terhadap tuan tanah dengan berbagai tudingan dan stigma OPM yang merendahkan martabat orang Papua. Praktik kekerasan dialami masyarakat adat setempat dan berujung dengan pelanggaran HAM. Bahkan dua diantara perusahaan tersebut sedang dalam proses gugatan masyarakat, yakni: PT. Nabire Baru di PTUN Jayapura dan PT. ANJ Agri Papua di PN Sorong.
Kehadiran perusahaan yang diprioritaskan negara itu juga tidak membantu perbaikan dan peningkatan nasib perempuan kami di kampung namun justru memperburuknya. Sumber-sumber air bersih hilang dan tercemar, membuat perempuan dan anak-anak menjadi lebih rentan penyakit. Masyarakat semakin jauh menjangkau kebun dan dusun sagu maupun tempat berburu di hutan, sehingga membuat mereka kesulitan mendapatkan bahan pangan berkwalitas dan mudah terserang penyakit anemia, pertusis, gisi buruk dan rematik, yang lebih cepat menyerang anak-anak dan perempuan karena pekerjaan bertambah berat di luar dan di dalam rumah. Kekerasan terhadap perempuan masih menjadi persoalan besar di tanah kami, diperparah dengan kehadiran perusahaan yang membatasi akses masyarakat dan mereka merasa terancam oleh aturan dan kekerasan verbal aparat dan petugas security perusahaan.
Ancaman serius dari program ini adalah menghadirkan belasan ribu tenaga kerja dari luar Papua akan membawa tekanan sosial, ekonomi dan politik terhadap Orang Asli Papua yang hak-hak dasarnya belum sepenuhnya dipenuhi, dilindungi dan dihormati. Demikian pula, mobilisasi buruh tanpa merubah sistem pengupahan yang murah dan perlindungan hak-hak pekerja yang buruk, akan menimbulkan masalah tidak hanya secara struktural, tetapi juga secara horisontal dengan masyarakat setempat dan meningkatkan tekanan tehadap lingkungan alam.
Kami berpandangan, program ini telah mengingkari janji-janji nawacita dan mengabaikan hak-hak konstitutional masyarakat adat Papua. Pemerintah gagal menghadirkan dan menciptakan rasa aman kepada masyarakat adat Papua, pemerintah justeru pro ataupun berpihak pada perusahaan swasta yang diduga melanggar hukum. Program ini menunjukkan ketidak mampuan pemerintah membangun Indonesia dari pinggiran dan melemahkan pembangunan desa. Program ini merontokkan mimpi membangun Indonesia berlandaskan pada sendi-sendi ekonomi rakyat yang berdaulat dan mandiri. Sangat jauh menyimpang dari pendekatan kesejahteraan yang dibayangkan orang Papua.
Karenanya, kami mohon Tuan Presiden untuk menghentikan program tersebut yang bertentangan dengan rasa keadilan, tidak sejalan dengan sendi-sendi perekonomian rakyat dan potensial memperkeruh konflik-konflik. Secara khusus, kami meminta Tuan Presiden, sebegai berikut: pertama, memeriksa izin dan aktifitas perusahaan-perusahaan bisnis pemanfaatan hasil hutan, lahan, pertambangan dan laut, mengadili dan memberikan sangsi kepada perusahaan dan pihak-pihak yang nyata-nyata melanggar hak-hak dasar Orang Asli Papua dan melanggar peraturan perundang-undangan yang merugikan negara; kedua, mereview berbagai perjanjian kerjasama pengamanan perusahaan dan menarik petugas pengamanan TNI dan Polri diareal perusahaan; ketiga, mengembangkan kebijakan program dan pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang adil dan berkelanjutan, menyegerakan dan memperbanyak pendirian sekolah-sekolah dan pendidikan keahlian, memperbanyak tenaga pengajar, serta pusat-pusat pelayanan kesehatan dan tenaga media yang berkwalitas di tanah Papua; keempat, lakukan dialog-dialog yang berkwalitas dan meluas melibatkan masyarakat adat Papua hingga tingkat akar rumput untuk mengembangkan setiap rencana pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di tanah Papua.
Demikian Surat Terbuka ini dan kami berharap Tuan Presiden dapat bertindak memutuskan secara bijaksana untuk memenuhi permohonan kami.
Terima kasih.
Tanah Papua, Jayapura, 22 Januari 2016
Hormat Kami,
- John Gobay, DAP Paniai, Papua
- Robertino Hanebora, Suku Yerisiam, Nabire, Papua
- Gunawan Inggeruhi, tokoh masyarakat, Nabire, Papua
- Imanuel Monei, korban PT. Nabire Baru, Nabire, Papua
- Lamek Niwari, Suku Yaur, Nabire, Papua
- Ayub Kowoi, LMA Nabire, Nabire, Papua
- Levina Niwari, Pemuda Yaur, Nabire, Papua
- Simon Soren, korban PT. ANJ Agri Papua, Sorong, Papua
- Max Binur, Perkumpulan Belantara Papua, Sorong, Papua
- Charles Tawaru, Greenpeace, Sorong, Papua Barat
- Loury Dacosta, PBHKP, Sorong, Papua Barat
- Septer Manufandu, JERAT Papua, Jayapura, Jakarta
- Fientje S. Jarangga, TIKI, Jaringan Kerja Perempuan Papua, Jayapura, Papua
- Natan Tebai, AMPTPI, Jayapura, Papua.
- Laurens Womsiwor, PFW, Jayapura, Papua
- Melianus Duwitau, FIM Papua, Jayapura, Papua
- Victor Mambor, Perkumpulan JUBI, Jayapura, Papua
- Robert Jitmau, SOLPAP, Jayapura, Papua
- Karon Mambrasar, Forum Independen Mahasiswa, Jayapura, Papua
- Teko Kogoya, Forum Inedependen Mahasiswa, Jayapura, Papua
- Pst. Anselmus Amo, MSC, Merauke, Papua
- Servo Tuamis, Tokoh Adat Keerom Arso, Papua
- Yunus Yumte, Samdhana, Manokwari, Papua Barat
- Pietsaw Amafnini, JASOIL, Manokwari, Papua Barat
- Charles Imbir, Raja Ampat, Papua Barat
- Risdianto, PERDU, Manokwari, Papua Barat
- N.R. Hastuti, Manokwari, Papua Barat
- Esau Yaung, Yayasan Paradisea, Manokwari, Papua Barat
- Alexander Tethool, Jurnalis, Fakfak, Papua Barat
- Y.L. Franky, Yay. PUSAKA, Jakarta
- Syamsul Alama Agus, Yay. Satu Keadilan, Bogor.
- Zely Ariane, PapuaItuKita, Jakarta.
- Timer Manurung, AURIGA, Jakarta
- Dewi Kartika, KPA, Jakarta
- April Perlindungan, PUSAKA, Jakarta
- Moch. Ainul Yaqin, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
- Andi Mutaqien, ELSAM, Jakarta
- Alves Fonataba, PapuaItuKita, Jakarta
- John Muhammad, PHI, Jakarta
- Budi Hernawan, AWC Universitas Indonesia, Jakarta
- Joko Waluyo, SAMPAN, Pontianak, Kalbar
- Haris Azhar, KONTRAS, Jakarta
- Teguh Surya, Greenpeace, Jakarta
- Zainal Arifin, SH, LBH Semarang, Jateng
- Eko Cahyono, Sajogyo Institut, Bogor, Jabar
- Kasmita Widodo, BRWA, Bogor, Jabar
- Iwan Nurdin, KPA, Jakarta
- Fandi, FMN, Jakarta
- Suwiryo Ismail, Ecological Justice, Jakarta
- Mieke Verawati, ELSAM, Jakarta
- Idham Arsyad, DPN Gerbang Tani, Jakarta
- Ide Bagus Arief, Jakarta.
- Muntaza, Perempuan AMAN, Jakarta
- Devi Anggaini, Perempuan AMAN, Jakarta
- Marianne Klute, Berlin, Jerman
- Betty Tiominar, BRWA, Bogor, Jawa Barat
- Melly Setyawati, Perkumpulan Magenta, Jakarta
- Arimbi Heroepoetri, DebtWatch Indonesia, Jakarta
- Abetnego Tarigan, Eksekutif Nasional WALHI, Jakarta
- Diana Gultom, Debt Watch Indonesia, Jakarta
- Dede Shineba, KPA, Jakarta
- Siti Rahma Mary, PilNet, Depok, Jawa Barat
- Ridwan Bakar, LBH Medan, Sumatera Utara
- Ahmad, SH, ED Walhi Sulteng, Sulawesi Tengah
- Marianto Sabintoe, Yayasan Tanah Merdeka, Palu, Sulteng
- Indria Fernida, Asia Justice and Rights, Indonesia
- Nur Amalia, Aktivis Lingkungan, Jakarta
- Sri Palupi, Institut Ecosoc Rights, Jakarta
- Alvons Palma, YLBHI, Jakarta
- Dahniar, HUMA, Jakarta
- Nedine Sulu, Perempuan Adat Minahasa, Sulut
- Mamik Yuniantri, Komunitas Adat Osing, Jateng
- Lenny Patty, Komunitas Adat Ullath, Maluku
- Moh. Ali, Sekjen AGRA, Jakarta
- Achmad Yakub, Bina Desa, Jakarta
- Khalisah Khalid, EN Walhi, Jakarta
- Ferry Widodo, aktivis agraria, Jakarta
- Yusriansyah, KPA, Jakarta
- Martin Hadiwinata, aktivis agraria, Depok, Jawa Barat
- Puspa Dewi, Solidaritas Perempuan, Jakarta
- Aliza Yuliana, Solidaritas Perempuan, Jakarta
- Yohanes Y. Balubun, Lawyer, Maluku
- Tommy Albert Tobing, LBH Jakarta, Jakarta
- Marthen Goo, aktivis Papua, Jakarta
- Alghiffari Aqsa, LBH Jakarta, Jakarta
- Wahyu Wagiman, ELSAM, Jakarta
- Kartini Samon, GRAIN International, Jakarta.
- Mahir Takaka, AMAN, Jakarta
- Abdul Halim, KIARA, Jakarta
- India Fatinaware, Sawit Watch, Bogor, Jawa Barat
- Jus Felix Wewengkang, aktivis, Jakarta
- Norman Jiwan, TUK Indonesia, Jakarta
- Arie Rompas, Walhi Kalteng, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
- Edisius Terre, aktivis HAM, Jakarta
- Eliakim Sitorus, aktivis, Jakarta
- Siti Maimunah, Sajogyo Institute, Bogor, Jawa Barat
- Rizki Anggriana Arimbi, KPA Sulawesi Selatan
- Armin Salassa, Sekjen Federasi Petani Sulawesi Selatan
- Asmar Eswar, ED Walhi Sulawesi Selatan
- Muh. Taufik Kasaming, aktivis, Makassar, Sulawesi Selatan
- Seams Munir, Human Right Lawyer (PBHI), Jakarta
- Ridwan Darmawan, PBHI, Jakarta
- Muhnur Satyahaprabu, SH, EN Walhi, Jakarta
- Veronika Koman, LBH Jakarta, Jakarta
Kontak Person:
- Robertino Hanebora : 0822 1831 2666
- Charles Tawaru : 0812 4795 9331
- Franky Samperante : 0813 1728 6019