23 April 2014 3 menit
Pernyataan Pers Bersama: Gugatan Warga Ringinrejo, Blitar Melawan Kemenhut & PT. Holcim Indonesia Tbk. Gugatan Para Petani Tidak Dapat Diterima: PTUN DKI Jakarta Kesampingkan Faktual Kepemilikan Lahan
[Jakarta, 22 April 2014] Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta hari ini membacakan putusan gugatan 8petani Gondangtapen terhadap Kementerian Kehutanan & PT Holcim Indonesia Tbk. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Gugatan Para Penggugat tidak dapat diterima karena Para Penggugat dianggap tidak memiliki kepentingan langsung atas terbitnya Keputusan Menteri Kehutanan No: SK.367/Menhut-II/2013 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Produksi Yang Berasal Dari Lahan Kompensasi Dalam Rangka Pinjam Pakai Kawasan Hutan Atas Nama PT. Semen Dwima Agung Yang Terletak Di Desa Ringinrejo Kecamatan Wates Kabupaten Blitar Provinsi Jawa Timur Seluas ± 724,23 Hektar, yang ditetapkan di Jakarta, tanggal 21 Mei 2013 (objek sengketa).
Majelis Hakim juga menyatakan bahwa Para Penggugat tidak memiliki kedudukan hukum, karena tidak ada bukti akan alas hak penguasaan warga atas lahan yang telah ditunjuk sebagai kawasan hutan tersebut.
Atas putusan ini, ± 60 (enam puluh) warga Ringinrejo yang menghadiri pembacaan putusan tersebut merasa kecewa, karena Majelis Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan kondisi faktual keberadaan masyarakat yang mengelola selama 17 tahun lamanya di atas tanah bekas perkebunan Gondangtapen.
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim tersebut sangat berbeda dengan perkara lain yang juga pernah ditangani PTUN DKI Jakarta. Pada perkara No: 25/G/2013/PTUN.JKT, sebanyak 13 (tiga belas) warga Desa Tumbrep, Kabupaten Batang ditetapkan sebagai Pihak Tergugat II Intervensi, meski tak memiliki alas hak yang sah atas tanah (yang ketika itu menjadi objek sengketa) seluas 89,9 Ha.
Putusan ini menjadi bukti kegagalan Majelis Hakim, serta pengadilan dalam membaca konstruksi relasi antara petani-penggarap lahan sebagai rakyat yang harus mendapat perlindungan hukum (rechtsbescherming) dari Kemenhut selaku penguasa, termasuk hak untuk men-challenge jika ada tindakan penguasa yang dinilai merugikan rakyat.
Majelis Hakim seharusnya melihat jaminan konstitusi atas kepastian hukum yang adil. Peradilan perlu mempertimbangkan dengan seksama didasarkan prinsip keadilan hak gugat dari rakyat, karena hanya peradilan TUN yang berwenang mengadili sengketa tata usaha negara yang timbul akibat tindakan hukum TUN (bestuurshandeling). Mengenai syarat hak gugat yang harus dikaitkan dengan syarat kepastian hak penggugat justru tidak diatur dalam UU PTUN. Sebaliknya, jika dilihat dari rangkaian norma dalam UU Peradilan TUN, justru yang terutama harus dibuktikan di PTUN adalah keabsahan tindakan hukum TUN pejabat TUN dari aspek wewenang, prosedur dan substansi.
Putusan ini mendukung kejahatan yang dilakukan Kementerian Kehutanan dalam menjalankan “praktek pencucian hak” terhadap wilayah kelola rakyat. Dimana penunjukan kawasan hutan yang tidak partisipatif digunakan untuk mengambil alih tanah rakyat yang masih banyak menggunakan hukum adat atau kebiasaan lokal dalam pengakuan, kemudian menerbitkan pelepasan kawasan hutan atau tukar menukar kawasan hutan untuk memunculkan bukti kepemilikan semu kepada pengusaha, dimana surat Keputusan penunjukan kawasan hutan dan penerbitan Keputusan tukar menukar kawasan hutan secara materil digunakan sebagai alas hak oleh perusahaan di mata hukum
Public Interest Lawyer Network [PIL-Net] sebagai kuasa hukum warga Ringinrejo akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN Jakarta.
Demikian pernyataan pers ini kami sampaikan. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Jakarta, 22 April 2014
Hormat kami,
ELSAM – KPA – Sitas Desa – Sawit Watch – SILVAGAMA – TuK Indonesia – WALHI – EPISTEMA – PILNET