14 November 2019 2 menit

Bank-Bank BUMN terbukti mendanai perusahaan penyebab kebakaran hutan dan lahan

Berdasarkan investigasi yang dilakukan TuK INDONESIA, dari 10 bank teratas yang mendanai korporasi yang terafiliasi dengan karhutla ini, bank-bank dari Indonesia mewakili bagian pendanaan terbesar dengan nilai mencapai USD 3 miliar. Pemberi pinjaman tunggal terbesar adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dengan angka mencapai sekitar USD 1.722 juta. Selain BRI, Bank Negara Indonesia (BNI) juga masuk diposisi tiga teratas pemberi dana terbesar kepada perusahaan yang terafiliasi karhutla dengan nilai mencapai USD 1086 juta. Ini artinya negara kita, BUMN kita ikut memfasilitasi kerusakan lingkungan dan menyebabkan kerugian negara.

Dari hasil analisis keuangan TuK INDONESIA, diketahui 17 perusahaan induk – termasuk pengendali 64 perusahaan tersangka pembakaran hutan dan disegel Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)— telah menerima pinjaman korporasi dan fasilitas penjaminan setidaknya sekitar Rp 266 triliun sejak 2015. Pendanaan ini berasal dari 156 induk investor yang menyediakan utang dan penjaminan. Sementara itu, ada pula 482 induk investor yang menyediakan obligasi dan menjadi pemegang saham dari perusahaan terafiliasi karhutla tersebut. 17 Perusahaan induk itu di antaranya Austindo, Batu Kawan, Cargill, DSN, Genting Group, Harita Group, LG International, Provident Agro, hingga Rajawali Group.

Ada tiga negara utama yang memberikan pendanaan berupa utang dan penjaminan kepada perusahaan-perusahaan yang terafiliasi karhutla, diantaranya Indonesia sebanyak 38 persen dari total pendanaan yakni setara dengan USD 3 miliar. Lalu ada bank-bank Tiongkok sebesar 34 persen atau setara dengan USD 2 miliar, serta bank-bank Malaysia sebanyak 21 persen atau setara dengan USD 1,9 miliar.

Selain tiga negara tersebut perusahaan yang terafiliasi karhutla juga mendapatkan dana dari negara Singapura (11 persen) dan Jepang (6 persen).

Dengan demikian, baik dari dalam maupun luar Indonesia, telah membahayakan kondisi hutan dan lingkungan Indonesia, mereka hanya mencari profit sebesar-besarnya, kemudian menyetorkan keuntungan tersebut kepada pemegang saham dan investor di negeri asalnya.


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top