31 Maret 2022 2 menit
DISKUSI PUBLIK; Mendulang Cuan, Merisikokan Hutan?
Publikasi dan Analisis Data Terbaru Laman forestsandfinance.org
Koalisi Forests and Finance, yaitu: Rainforest Action Network (RAN), TuK INDONESIA, Profundo, Amazon Watch, Repórter Brasil, BankTrack, Sahabat Alam Malaysia (SAM) dan Friends of the Earth AS selama ini menyoroti peran lembaga jasa keuangan (LJK) terkait deforestasi hutan tropis. Koalisi ini beserta jaringan kerjanya berusaha untuk mendorong munculnya kebijakan dan sistem pada LJK yang lebih baik yang mencegah LJK ikut mendanai bisnis yang melibatkan pelanggaran lingkungan dan sosial dari nasabah/calon nasabah mereka.
Data terbaru yang tersaji dalam laman forestsandfinance.orgi menunjukkan, skor kebijakan rata- rata 50 lembaga keuangan terbesar yang mendanai sektor yang merisikokan hutan tropis secara global hanyalah 2,3 dari 10. Padahal, secara kolektif lembaga-lembaga ini menyumbang USD 128 miliar dalam bentuk kredit dan penjaminan (2016-2020) dan USD 28 miliar melalui kepemilikan saham dan obligasi, per April 2021. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pembiayaan yang merisikokan hutan tidak melalui proses penapisan sosial dan lingkungan “di atas meja”, lebih-lebih verifikasi lapangan atas standar nasabah yang dibiayainya. Maka menjadi hal yang lazim ketika LJK tidak dapat mengidentifikasi, menilai, atau mengelola risiko LST dalam portofolio mereka. Situasinya seperti ini: Jelaslah bahwa korporasi membutuhkan pembiayaan dari LJK; namun di sisi lain; LJK hampir tidak pernah menggunakan pengaruh mereka untuk mendorong berhentinya deforestasi hutan tropis.
Ketika hampir semua sektor usaha terdampak oleh Covid dan mem-PHK karyawannya, sektor kehutanan dan perkebunan seperti tidak terdampak oleh hal ini; mereka kemudian muncul sebagai industri yang dapat menghidupkan kembali pertumbuhan ekonomi. Sektor bisnis “darling”-nya pemulihan ekonomi ini padahal telah lama mempertaruhkan kelestarian hutan. Sektor-sektor ini bisa lebih kuat posisisinya untuk melawan peraturan terkait lingkungan, sosial dan tata kelola (LST/ESG) yang lebih baik, atau mendorong deregulasi dengan alasan perlunya pemulihan ekonomi. Narasi yang sama telah mendorong munculnya deregulasi di bawah Omnibus Law.
registrasi : bit.ly/TUKINDONESIA