11 Maret 2023 2 menit

Apakah Tiongkok “Belanda Baru” untuk Indonesia?

Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar dunia, yakni 23,7% dari total cadangan dunia. Tiga daerah dengan kandungan nikel terbesar tersebar di Sulawesi Tenggara (32%), Maluku Utara (27%), dan Sulawesi Tengah (26%). Implikasi dari pengesahan Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba adalah diizinkannya kegiatan penambangan nikel melalui izin usaha pertambangan (IUP). Pemerintah lantas menerbitkan ratusan IUP nikel di seluruh Indonesia sehingga memicu peningkatan produksi dan ekspor bijih nikel, terutama ke Tiongkok. Puncaknya terjadi di tahun 2013 dengan ekspor bijih nikel Indonesia yang mencapai 64,8 juta ton dengan nilai USD 1,6 milyar.

Pada tahun yang sama, Indonesia menjadi pemasok utama bijih nikel ke Tiongkok (50%). Pemerintah Indonesia menerbitkan larangan ekspor nikel kadar rendah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2019. Kebijakan ini mempertimbangkan pertambahan nilai nikel melalui proses pengolahan di dalam negeri serta pesatnya pembangunan smelter beberapa tahun terakhir sehingga memerlukan pasokan nikel yang cukup.

Kemudian Agustus 2019 Presiden Jokowi juga meneken Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk transportasi jalan. Aturan ini ditujukan untuk memicu pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia, terutama berbasis baterai berbahan baku nikel.

Sulawesi Tengah menjadi sasaran utama investasi korporasi pertambangan nikel di Indonesia. Hilirisasi pengolahan nikel di Kawasan Indonesia Morowali Industrial Park (PT. IMIP) Kabupaten Morowali dan kawasan PT. Gunbuster Nikel Indonesia GNI di kabupaten Morowali Utara misalnya, menjadi salah satu potret sukses industrialisasi baja nirkarat Indonesia. Namun sukses industrialisasi nikel telah menimbulkan berbagai dampak kerusakan lingkungan di wilayah daratan, pesisir dan laut.

Konflik agraria, perampasan dan penghancuran ruang produksi nelayan, bencana ekologis, perburuhan dan pemenuhan hak pekerja menjadi konsekuensi yang tidak terhindarkan dan telah mewarnai transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat industri. Ironisnya dampak kerusakan yang ditimbulkan sepertinya tidak berbanding lurus dengan kontribusi sektor pertambangan dan industri pengolahan nikel terhadap pendapatan daerah dan tingkat kesejahteraan rakyat.

Dalam rangka mengurai kompleksitas berbagai masalah industri pengolahan nikel di Indonesia, khususnya Sulawesi Tengah, maka Celebes Bergerak bersama TuK INDONESIA menyelenggarakan diskusi bertajuk “Menakar Dampak Kebijakan Hilirisasi Industri Nikel di Sulawesi Tengah”. Diskusi akan diselenggarakan Sabtu ini, 11 Maret 2023, pkl 14.00 WIB, di Kantor Celebes Bergerak, Jl. Dewi Sartika Per. Venna Garden C/09. Diskusi yang akan dihadiri oleh:

  1. Ahlis Djirimu, SE. DEA. PhD., Akademisi Universitas Tadulako
  2. Richard Fernandes Labiro, Yayasan Tanah Merdeka
  3. Edi Sutrisno, TuK INDONESIA

TuK INDONESIA

Product Designer, Untitled

Scroll to Top