29 November 2024 3 menit

Taksonomi Hijau Tak Cukup Hijau: TuK INDONESIA Desak Perubahan Nyata

Default Image

Siaran Pers

Jakarta, 29 November 2024 — TuK INDONESIA menilai bahwa pembaruan taksonomi hijau harus menghasilkan langkah progresif dan bukan sekadar menjadi agenda greenwashing. Hal ini disampaikan dalam Ecofest 2024, yang diselenggarakan oleh Bloomberg Technoz di Hotel Four Seasons, Jakarta (28/11). Mengusung tema besar “Building the Future: Create a Sustainable Green Ecosystem”, acara ini menjadi forum untuk membahas kebijakan dan kesiapan pemerintah serta pemangku kepentingan dalam membangun ekosistem ekonomi hijau yang berkelanjutan. Namun, sejauh mana konsep keberlanjutan ini benar-benar diterapkan?

Dalam diskusi panel bertajuk “How a Sustainable Finance Taxonomy Can Help Prevent Greenwashing”, Henry Rialdi, Kepala Departemen Surveillance dan Kebijakan Sektor Jasa Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengakui bahwa Indonesia masih bergantung pada batu bara. “Bagi sistem keuangan, jika pembiayaan dihentikan secara total, maka akan mengganggu,” ujarnya. Hal serupa juga terjadi pada portofolio bank yang masih mendukung sektor kelapa sawit, di mana penghentian pembiayaan dianggap dapat mengancam stabilitas ekonomi. Henry juga menekankan bahwa taksonomi sekarang tetap menggunakan tiga klasifikasi, tapi namanya yang berbeda—green, transition, dan unqualified. “Jadi bukan berarti merah itu masuk transition, tapi berarti masuk unqualified,” ujarnya.

Merespons pernyataan OJK, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA, Linda Rosalina, menegaskan bahwa fokusnya bukanlah penghentian pembiayaan secara total, melainkan pembatasan yang terukur. Sehingga lembaga keuangan lebih selektif dan hati-hati dalam memberikan pembiayaan. “Taksonomi perlu memiliki klasifikasi yang jelas dan kuat. Sayangnya, kategori hijau saat ini hanya mengacu pada sertifikasi keberlanjutan. Padahal, perusahaan yang bersertifikasi seringkali tetap menyebabkan kerusakan lingkungan, melanggar HAM, bahkan beberapa beroperasi secara ilegal,” ujar Linda. Contoh nyata dapat ditemukan pada perusahaan-perusahaan bersertifikasi RSPO yang tetap bermasalah dalam praktiknya..

Sementara itu, Maria Trifanny Fransiska, Head Sustainability Maybank Indonesia, menyoroti tantangan dalam implementasi taksonomi hijau seperti validasi dan verifikasi kreditor atas klasifikasi yang dilakukan debitur secara mandiri (self-declare). “Hal ini menyulitkan bank menentukan proyek yang layak dibiayai,” ungkap Maria. Oleh karena itu, penting bagi OJK untuk membuat daftar perusahaan bermasalah.

Sebagai langkah pencegahan greenwashing, TuK INDONESIA mendorong agar taksonomi hijau memiliki kekuatan hukum yang mengikat, bukan sekadar panduan tanpa konsekuensi. Untuk itu, penting adanya task force yang bekerja secara multipihak dengan melibatkan kementerian dan lembaga terkait. Lebih lanjut, Linda menekankan pentingnya melibatkan masyarakat terdampak. “Jadi ada wadah yang jelas untuk saling memberikan informasi dan berkomunikasi, jika ada kendala bisa didiskusikan bersama. Hal ini termasuk penyediaan informasi yang transparan serta mekanisme komplain yang jelas dan mudah diakses,” tegas Linda.

Link Dokumentasi:
https://drive.google.com/drive/folders/180LhdqKEENrUFuPVOEm1Vnff3-Q52zMd

Untuk informasi lebih lanjut:
Annisa ([email protected] / 087884446640)

This post is also available in: English


TuK Indonesia

Editor

Scroll to Top